Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 masih terus dilakukan di pelbagai belahan dunia. Pada pelaksanaannya, jenis vaksin yang digunakan untuk dosis pertama dan kedua ialah sama. Akan tetapi, hal tersebut mungkin saja bisa berbeda, akibat ketersediaan vaksin yang digunakan telah tidak ada. Karena itu, peneliti di Inggris dan beberapa negara tengah melakukan vaksinasi dengan kombinasi vaksin campuran pada dosis vaksin corona pertama dan kedua.
Kombinasi vaksin corona
Pencampuran dosis vaksin berbeda mungkin terdengar tidak biasa, namun dalam kenyataannya hal tersebut bukanlah hal yang baru. Sebab, uji coba ini telah diaplikasikan pada vaksinasi HIV dan ebola.
Alasan dilakukannya karena kedua penyakit tersebut memerlukan reaksi kekebalan jangka panjang, yang mana tidak dapat dicapai hanya dengan satu jenis vaksin. Pengujian yang dilakukan pada tahun 2012 menyatakan, kombinasi berbagai jenis vaksin HIV/AIDS menghasilkan efektivitas paling baik hingga saat ini.
Sementara itu, kombinasi vaksin yang digunakan untuk penyakit ebola, yakni vector adenovirus (yang digunakan vaksin corona Astrazeneca) pada dosis pertama kemudian menggunakan versi modifikasi dari poxvirus atau disebut Modified Vaccinia virus Ankara (MVA) untuk dosis kedua. Vaksin campuran tersebut, dikembangkan oleh Johnson & Johnson dan merupakan vaksin produk campuran yang efektif digunakan sampai saat ini.
Sejalan dengan itu, pengkombinasian vaksin tengah dilakukan pula oleh pemerintah Inggris dan Universitas Oxford dengan mencampurkan dua jenis merek vaksin corona berbeda, yaitu Pfizer dan Astrazeneca. Pengujian ini disebut dengan studi Com-Cov.
Mix and match vaksin yang dilakukan pada uji coba tersebut, harus aman dan perlu dicek perihal efek samping, agar tidak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Pengujian ini, dilakukan dengan mengambil darah sukarelawan untuk memeriksa seberapa baik vaksin dalam memicu respon imun (dalam bentuk antibody dan sel T) untuk memerangi Covid-19.
Dalam pengujiannya, terdapat 850 sukarelawan berusia 50 tahun ke atas untuk mengamati pemberian dosis empat minggu terpisah. Berikut hasil pengamatan tersebut.
- Vaksin AZ yang diikuti Pfizer memikat antibodi dan respon sel T lebih tinggi dibandingkan Pfizer diikuti AZ.
- Kombinasi kedua vaksin corona ini, dapat menginduksi antibodi lebih tinggi daripada dua dosis AZ.
- Respon antibodi tertinggi terlihat setelah dua dosis Pfizer sedangkan respons sel T tertinggi pada AZ diikuti Pfizer.
Peneliti utama, Prof Matthew Snape dari Universitas Oxford menyatakan dosis campuran juga efektif untuk melawan varian Delta, meskipun interval empat minggu dipelajari lebih pendek dari jadwal delapan sampai 12 minggu. Beliau menambahkan pula kalau interval yang lebih lama, diketahui akan menghasilkan respon imun lebih baik.
Selain itu, hasil awal uji coba mix and match ini, cukup menggembirakan dengan hadirnya beberapa pilihan menarik untuk dosis booster. Kombinasi tersebut, antara lain dosis Pfizer – Pfizer, AZ – Pfizer atau sebaliknya dapat menghasilkan antibodi dan respon seluler lebih tinggi dibandingkan AZ – AZ.
Meskipun demikian, dua dosis vaksin corona Astrazeneca belum tentu lebih rendah dibandingkan kombinasi di atas. Hal ini dikarenakan, dua dosis Astrazeneca telah terbukti mengurangi kemungkinan dirawat di rumah sakit hingga lebih 90%.
Uji coba kombinasi vaksin di negara lain
Sebuah penelitian di Spanyol yang dipimpin oleh Belda-Iniesta, 448 orang penermia dosis vaksin Astrazeneca lalu diikuti vaksin corona Pfizer 8 minggu kemudian memiliki sedikit efek samping. Tak hanya itu, respon antibodi yang dihasilkanpun kuat dalam dua minggu setelah suntikkan kedua.
Berikutnya, ahli penyakit menular Rumah Sakit Universitas Charité, Leif Erik Sander dan rekannya menyatakan 61 petugas kesehatan yang diberikan dua vaksin dalam urutan AZ – Pfizer pada 10 sampai 12 minggu menghasilkan lonjakan antibodi. Tingkatan ini, sebanding dengan tingkat kelompok kontrol penerima dua dosis vaksin corona Pfizer pada interval tiga minggu dan tidak mengalami efek samping yang signifikan.
Pengujian tadi juga menunjukkan, sel T pada tenaga kesehatan tersebut dapat meningkatkan respon antibodi dan membantu membersihkan tubuh dari sel yang telah terinfeksi, serta merespon lonjakan sedikit lebih baik dibandingkan penerima Pfizer dengan dosis penuh.
Penelitian lainnya, dilakukan di Ulm, Jerman, yang mana memiliki hasil sebanding dengan pengujian di atas. Beberapa penelitian tadipun, mendapatkan respon positif dari Dan Barouch, peneliti yang membantu mengembangkan vaksin corona Johnson & Johnson “dua vaksin berbeda mungkin lebih manjur dibandingkan kedua vaksin yang sama” ujarnya.
Cara kerja kombinasi vaksin
Proses kerja dari pencampuran kedua vaksin, memberikan sistem kekebalan tubuh dengan berbagai cara untuk mengenali patogen. Vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna) sangat bagus dalam menginduksi respon antibodi.
Potongan kecil dari mRNA menyelinap ke dalam sel seseorang yang divaksinasi dan mengarahkan produksi protein virus. Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh orang tersebut akan mengenali protein lonjakan asing dan menghasilkan antibodi untuk melawannya kemudian vaksin corona berbasis vektor (AstraZeneca) lebih baik dalam memicu respon sel.
Efek pencampuran vaksin
Pencampuran dua vaksin corona berbeda merek tadi akan memberikan efek samping tentunya. Umumnya, efek samping yang dirasakan dari kombinasi AZ – Pfizer maupun sebaliknya memiliki lebih banyak reactogenicity.
Reactogenicity adalah efek samping, seperti demam, mengigil, sakit kepala, kelelahan otot, dan nyeri sendi dibandingkan dengan orang yang divaksinasi satu jenis merek. Akan tetapi, efek samping tersebut hanyalah berumur pendek dan memang bisa lebih parah pada usia yang lebih muda namun tidak membutuhkan penanganan medis lebih lanjut.
Tak hanya berefek pada sistem kekebalan tubuh, efek positif lainnya dari pencampuran vaksin ini dapat mencegah vaksin menjadi kurang efektif dalam menghadapi varian baru.
Saat virus bermutasi, bagian dari target dapat berubah sehingga membuat vaksin menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, jika terdapat dua vaksin yang menargetkan bagian virus berbeda, hal itu memberikan sistem kekebalan tubuh lebih dari satu senjata di gudang senjatanya.
Aplikasi pencampuran vaksin
Dengan adanya berbagai penelitian di atas, vaksinasi covid-19 dengan menggunakan dua merek vaksin corona berbeda telah dilakukan oleh beberapa negara, di antaranya.
- Spanyol, Kanada, Jerman, Perancis, Norwegia, dan Denmark mengizinkan pencampuran vaksin Astrazeneca dengan Pfizer untuk orang-orang berusia di bawah 60 tahun.
- FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat pun, telah memberikan izin untuk melakukan pencampuran vaksin Pfizer dan Moderna berbasis mRNA saat “situasi luar biasa”, misalnya pasokan vaksin terbatas.
Dengan demikian, pengkombinasian vaksin corona suatu terobosan baru saat pandemi ini. Bukan hanya memberikan efektivitas lebih baik, namun juga sebuah langkah persiapan apabila di masa mendatang dua vaksin yang kita gunakan saat ini sulit untuk didapatkan.
References