Naiknya kasus positif Covid-19 di berbagai belahan dunia saat ini, disebabkan oleh adanya varian baru virus corona. Seperti diketahui, berbagai pihak masih terus melacak penyebaran varian baru virus corona tersebut. Berikut beberapa varian baru virus corona yang menyebabkan pelonjakan kasus positif di beberapa wilayah.
Varian baru virus corona
Varian Delta
Varian Delta (garis keturunan PANGO B.1.6.7.2) merupakan salah satu varian yang tengah menjadi perhatian di seluruh dunia. Varian ini, diidentifikasi pada Desember 2020 di India dan saat 16 Juni 2021 varian tersebut telah menyebar dengan cepat ke lebih 60 negara.
Karena itu, varian Delta telah ditetapkan sebagai Variant of Concern (VOC) oleh WHO. Sebab, kemampuannya yang dapat menghindari kekebalan dari infeksi wild type sebelumnya serta memiliki tingkat penularan lebih tinggi.
Diketahui, jika varian Delta memiliki dua mutasi pentinng dalam spike protein atau set mutasi. Salah satu di antaranya ialah furin cleavage site yang mana berperan penting sebagai kekuatan virus di dalam saluran pernafasan.
Berdasarkan hal ini, varian Delta dapat ditransmisikan lebih mudah akibat virus menjadi lebih kuat dalam sel saluran nafas manusia. Hal tersebut berarti, pada orang yang terinfeksi dapat mengeluarkan lebih banyak virus ke udara lalu diteruskan ke orang berikutnya. Langkah preventif untuk mengendalikan penyebaran dari varian Delta ialah meningkatkan vaksinasi dan tetap memakai masker serta rajin mencuci tangan.
Varian Lambda
Varian lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Seiring berjalannya waktu, varian ini teridentifikasi melalui International Variant Horizon Scanning yang dipantau oleh PHE pada 14 April 2021 (garis keturunan B.1.1.1 saat itu).
15 Juni 2021 kemarin, WHO mengklasifikasikan varian lambda sebagai Varian Of Interest (VOI) di tingkat global. Selanjutnya, disusul oleh PHE (Public Health England) menetapkan varian ini sebagai Variant Under Investigation (VUI), yakni (VUI-21JUN-01) pada 23 Juni 2021.
Pimpinan teknis WHO untuk Covid-19, Dr. Maria van Kerkhove menerangkan, bahwa varian lambda hanya akan ditetapkan sebagai varian yang mengkhawatirkan jika dapat meningkatkan beberapa hal, antara lain.
- Meningkatkan penularan virus
- Menunjukkan perubahan yang merugikan epidemiologinya
- Peningkatan virulensi
- Mengubah presentasi atau gejala penyakit
- Menunjukkan penurunan efektivitas pengujian, pengobatan, dan tindakan vaksinasi
Di sisi lain, varian lambda membawa sejumlah mutasi dengan dugaan implikasi fenotipik, yang mana berpotensi peningkatan transmisibilitas atau kemungkinan peningkatan resistensi terhadap menetralisir antibodi. Sejalan dengan itu, analisis pra-cetak menemukan protein lonjakan pada varian lambda SARS-CoV-2 memiliki peningkatan infektivitas dua kali lipat.
Tak hanya itu, penelitipun telah memperingatkan jika strain varian baru ini, dapat lebih menular dibandingkan varian Delta. Berikutnya, sejak Januari hingga Juni 2021, varian lambda telah menyumbang 71% atas seluruh kasus positif Covid-19 di Peru. Bahkan, varian lambda telah menyebar di beberapa negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Chilli, Brazil, Argentina, Ekuador, Meksiko, Spanyol, dan Jerman.
Apakah vaksin dapat melindungi dari varian Delta dan Lambda?
Salah satu studi menemukan, jika dua dosis vaksin Pfizer 88% efektif terhadap gejala parah dari varian Delta kemudian dua dosis vaksin AstraZeneca memberikan 60% pelindungan untuk varian Delta.
Selain itu, untuk varian Lambda vaksin berjenis mRNA, seperti vaksin Pfizer dan Moderna dapat melawan varian Lambda secara efektif. Sebab, kedua vaksin tersebut mengandung materi genetik yang dapat memerintahkan sel-sel tubuh untuk memproduksi lonjakan virus corona sehingga memicu respon imun.
Sayangnya, dalam penelitian lain dinyatakan varian baru lambda memiliki mutasi untuk melarikan diri dari antibodi penetral yang ditimbulkan oleh CoronaVac. Hal ini dikarenakan, CoronaVac bekerja dengan memberikan versi virus SARS-CoV-2 tidak aktif untuk memicu respon. Akan tetapi, CoronaVac yang dikeluarkan oleh perusahaan Sinovac dapat memberikan pelindungan gejala berat dari varian Delta.
Penggunaan double masker, apakah efektif?
Saat ini, masker menjadi salah satu kebutuhan utama selama pandemi. Terlebih secara substansial berfungsi untuk mencegah penyebaran droplet tiap orang. Sebab, droplet menjadi moda transmisi SARS-CoV-2 yang krusial.
Januari 2021, CDC melakukan berbagai eksperimen untuk menilai dua metode untuk meningkatkan kinerja masker, yakni dengan penggunaan masker ganda dan



menyimpulkan tali masker medis. Penggunaan masker medis tunggal dapat mengurangi paparan sebesar 56.1% serta masker kain saja memiliki efektivitas sebanyak 51.4%.
Lalu, efisiensi yang terdapat pada penggunaan double masker atau ganda (masker kain berada di atas masker medis) ialah sebesar 85.4% sedangkan masker medis saja yang disimpulkan memberikan efisiensi 77%. Dengan demikian, penggunaan masker ganda atau masker double kian disarankan untuk mencegah transmisi SARS-CoV-2 lebih efektif.
Di samping itu, pengendalian penularan SARS-CoV-2 tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan manusia namun dapat memperlambat evolusi virus dengan munculnya varian baru yang dapat memengaruhi efektivitas vaksin. Karenanya, sebelum kekebalan populasi vaksin tercapai penggunaan masker secara universial, menjaga jarak maupun menghindari kerumunan, dan mencuci tangan sangat efektif untuk memperlambat penyebaran SARS-CoV-2.
References