Teknologi pelabelan kerap digunakan dan ditemukan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi ini dikenal dengan istilah barcode. Umumnya, sistem ini terdapat pada barang-barang komersial yang dibuat dengan sistem garis linier hitam-putih yang terdiri dari 12 angka. Kode tersebut disebut dengan Universal Product Code (UPC). Sejak saat itu, peneliti mulai menerapkan konsep tersebut untuk digunakan dalam identifikasi dan autentifikasi suatu organisme. Sistem ini diberi nama DNA barcoding.
DNA Barcoding
DNA barcoding merupakan suatu sistem yang dirancang untuk memudahkan identifikasi dan autentifikasi makhluk hidup secara cepat dan akurat karena menggunakan sekuen gen pendek dan telah terstandarisasi. Panjang urutan gen pada DNA barcoding berkisar antara 400-600 pasang basa.
Awalnya metode ini, digunakan untuk memberikan informasi tambahan pada ahli taksonomi untuk meningkatkan kapasitas identifikasi makhluk hidup dalam mendokumentasikan keanekaragaman hayati. Barkode DNA dapat dipakai sebagai alat identifikasi pada sampel yang tidak diketahui dengan mencocokkan penanda genetik spesifik ke perpustakaaan referensi sekuen.
Tahun 2003 Consortium for the Barcode of Life (CBOL) dibentuk. CBOL berpusat di National Museum of Natural History, Washington DC, Amerika Serikat. Sebab, penggunaan DNA barkoding dalam penelitian ini cukup kompleks dan tidak mungkin dilakukan oleh hanya satu instansi.
Gen dari daerah genom yang disarankan sebagai DNA barkoding pada makluk hidup di anataranya, bagian dari gen mitokondria yaitu CO1 (Cytochrome c oxidase subunit 1) untuk DNA barcoding pada hewan, bagian dari gen kloroplas yaitu maturase K (matK) dan ribulose-bisphosphate carboxylase (rbcl), dan sekuen gen 16S rRNA direkomendasikan untuk DNA barcoding pada mikroba.
Pemilihan pada gen tersebut didasari oleh gen-gen di atas sangat terkonservasi, yang mana hanya mengalami sedikit perubahan nukleotida dalam proses evolusi. Di samping itu, gen tersebut dapat membedakan dan memiliki urutan basa tertentu yang dapat membedakan antara satu spesies dengan spesies lainnya.
Proses Pembuatan DNA Barcoding
Proses pembuatan DNA barkoding, yakni dengan memperhatikan empat komponen yang perlu dilakukan untuk penelitian barcode berdasarkan petunjuk di CBOL, seperti.
- Spesimen, berupa fosil, jaringan, benih, dan lain-lain
- Laboratorium analisis, untuk isolasi DNA, PCR
- Database, berupa data yang telah dikoleksi dan dapat dicocokkan dengan spesimen yang telah dianalisis. Database digunakan untuk mendesain primer spesifik dari gen target yang akan dijadikan DNA barcoding.
- Data analisis, dilakukan menggunakan program komputer tertentu yang dapat membaca hasil data molekular. Hasil DNA barcoding adalah pembacaan sekuen DNA hasil dari proses sekuensing merupakan data yang harus dianalisis.
Pengaplikasian
Hadirnya DNA barkoding sangat membantu ahli taksonomi dalam proses identifikasi spesies dengan memanfaatkan sekuen DNA. Perkembangan metode molekuler dan genetika saat ini, mempengaruhi maraknya penggunaan metode DNA barkoding pada bidang keilmuan lain, contohnya studi ekologi, keokteran, farmasi, dan bidang industri. Berikut penjelasan mengenai penggunaan DNA barkoding.
- Kesehatan, pengidentifikasian taksonomi mengenai parasit tertentu masih sulit dilakukan sebab siklus hidup parasit mengalami metamorfosis menjadi larva (kepompong) dan dapat hidup pada banyak inang. Akan tetapi, identifikasi ini dapat dilakukan melalui DNA barkoding. Hal ini ditunjukkan, oleh Azpura et al (2010) yang berhasil menentukan vector leishmaniasis penyakit yang memengaruhi kulit, membran mokus dan organ visceral yang ditanmisikan oleh lalat pasar melalui DNA barkoding. Selain itu, Baker et al (2012) berhasil mengidentifikasi suplemen makanan komersial yang mengandung tiga spesies actaea yang beracun pada manusia.
- Pencegahan pemalsuan produk, penggunaan DNA barkoding dengan gen target COI dari mitokondria dapat mengidentifikasi spesies yang digunakan sebagai bahan pembuatan produk makanan tersebut.
- Konservasi, DNA barkoding dapat dimanfaatkan untuk merancang daerah khusus gen target agar dapat mengidentifikasi suatu spesies. Tak hanya itu, memonitoring perdagangan spesies kayu dapat pula dilakukan dengan DNA barkoding. Hal ini dikarenakan, perdagangan kayu yang bebas dapat menjadi penyebab punahnya spesies tersebut.
Dengan demikian, hadirnya DNA barcoding dalam ilmu pengetahuan memberikan pelbagai manfaat untuk peneliti dan masyarakat umum sehingga diharapkan pengaplikasian metode ini dapat diterapkan lebih luas.
Genecraft Labs merupakan salah satu perusahaan distributor alat laboratorium menyediakan perangkat yang tepat untuk proses DNA barcoding laboratorium Anda, seperti QIAxcel Advanced System, SCIE PLAS, dan berbagai alat ekstraksi. Dapatkan penawaran menarik lainnya dengan menguhubungi kami di sini
Reference:
Annisa dan Hafzari, 2020. Barkode DNA, Konsep Dasar, Aplikasi, Analisis, dan Filogenetik. Bitread. Bandung.
Azpurua, J., Cruz, D., Valderrama, A., Windsor, D., 2010. Lutzomyia Sand Fly Diversity and Rates of Infection by Wolbachia and an Exotic Leishmania Species on Barro Colorado Island, Panama. PLoS neglected tropical diseases 4, e627
Baker, D., Stevenson, D., Little, D., 2012. DNA barcoding identification of black cohosh herbal dietary supplements. Journal of AOAC International 95, 1023-1034
Blaxter, M., 2003. Counting angels with DNA. Nature 421, 122-123