Salah satu, langkah preventif untuk menanggulangi pandemi Covid-19 ialah melalui pembatasan sosial. Wujud dari pembatasan sosial, yakni dengan membatasi mobilitas masyarakat, misalnya menerapkan aturan wajib PCR sebelum bepergian.
Wajib PCR
Istilah wajib PCR kerap hangat di telinga masyarakat dunia hampir setahun belakangan ini. Pasalnya, regulasi ini kerap menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat.
Meskipun demikian, regulasi wajib PCR pun telah diterapkan oleh hampir seluruh negara di dunia untuk wisatawan. Bahkan, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menyatakan tes Covid-19 yang dilakukan sekali tidaklah cukup.
Karena itu, dibutuhkan tiga kali tes dengan adanya jarak satu – tiga hari sebelum bepergian, dua sampai tiga hari sebelum kembali ke negara atau daerah asal, dan lima hari setelah tiba di rumah. Hal ini dilakukan, untuk mengantisipasi adanya silent carrier.
Pun, dilakukannya tes wajib PCR diperlukan akibat penerapan prokes yang sulit dipatuhi antar penumpang. Selain itu, adanya regulasi ini untuk mencegah gelombang ketiga Covid-19 yang telah terjadi di beberapa negara.
Regulasi wajib PCR di RI
Regulasi wajib PCR di Indonesia sendiri, telah diterapkan sejak kurang lebih dari setahun yang lalu. Hingga saat ini, kebijakan wajib pcr sebagai syarat perjalanan terus mengalami perubahan.
Regulasi syarat wajib tes Covid-19 di Indonesia terbaru, tertuang dalam surat edaran (SE) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) No. 96 Tahun 2021 tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri dengan transportasi udara. Berikut isi regulasi tersebut.
- Penumpang pesawat dapat menunjukkan hasil negatif rapid test antigen yang diambil dalam kurun waktu maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan (hanya berlaku untuk masyarakat yang telah mendapatkan vaksin dosis kedua).
- Jika penumpang hanya mendaoatkan vaksin dosis pertama, maka wajib melakukan tes PCR dengan pengambilan sampel maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan.
Adapun, aturan mengenai test covid sebelum perjalanan dengan transportasi laut maupun darat yang telah ditetapkan pula dalam SE Kemenhub No. 94 – 95 Tahun 2021. Untuk itu, dengan adanya perubahan mengenai aturan ini diharapkan masyarakat dapat tetap mematuhi protokol kesehatan.
Pro dan Kontra tes PCR
Aturan mengenai wajib PCR ini, kerap menjadi pro dan kontra di masyarakat. Hal ini diakibatkan, kurangnya efektivitas dari penerapan regulasi ini. Berikut pro dan kontra dari tes wajib PCR.
Pro
- Tes PCR dianggap paling efektif, tes PCR yang digunakan sebagai syarat bepergian dengan pesawat terbang merupakan salah satu langkah efektif untuk mencegah penularan Covid-19. Dikarenakan, test PCR memiliki nilai sensitivitas 90% berbeda dengan rapid antigen yang kemungkinan besar dapat terjadi false negative atau positive.
Kontra
- Mahalnya harga tes, harga tes PCR yang mahal kerap memberatkan masyarakat yang perlu bepergian. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mengkaji ulang keuntungan dan batas atas tes PCR, yang mana saat ini harga tes lebih mahal dari tiket pesawat.
- Fasilitas di bandara yang belum jelas, dalam hal ini masyarakat menilai bahwa bandara belum siap menyiapkan fasilitas tes sehingga kerap mempersulit penumpang.
- Mempengaruhi kinerja bisnis maskapai, kebijakan wajib PCR bagi penumpang cukup berdampak besar terhadap penrurunan kinerja bisnis maskapai karena adanya extra cost (meskipun tarifnya telah lebih terjangkau) yang harus dikeluarkan oleh penumpang
Walaupun begitu, ada pula yang menyatakan ketentuan wajib PCR untuk penumpang transportasi udara dinilai tidak konsisten dan efektif. Sebab, penularan corona virus di pesawat terbilang lebih kecil dibandingkan tersambar petir.
Dengan itu, ada ataupun tidaknya tes skrining Covid-19 sebelum bepergian. Masyarakat diharapkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.