Positivity rate Covid-19 di dunia saat ini, terus meningkat meskipun telah menginjak satu tahun pandemi. Pelbagai metode deteksi telah digunakan untuk mendiagnosis keberadaan virus. Sampel yang digunakanpun berbagai macam, seperti darah, cairan atau lendir pada nasofaring dan orofaring, tes cepat molekuler hingga hembusan nafas. Bahkan, peneliti terus mengembangkan metode deteksi lain untuk keefektifan dan kenyamanan masyarakat. Hingga akhirnya, pertengahan 2020 JAMA Internal Medicine mempublikasikan metode deteksi Covid-19 baru, yaitu saliva PCR test.
Saliva PCR Test
Salah satu metode baru untuk deteksi Covid-19 ialah Saliva PCR test. Sesuai dengan itu, saliva PCR test menggunakan air liur atau saliva sebagai sampel dan PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk metode pengujiannya.
“air liur merupakan pilihan yang lebih baik untuk skrining virus Korona dalam situasi pandemi ini. Hal ini dikarenakan, teknologi yang lebih rendah, murah, dan tidak terlalu invasif untuk dikumpulkan. Akan tetapi, hanya beberapa laboratorium yang memiliki pengalaman untuk mengujinya.” ujar Anne Wyllie, peneliti di Yale School of Public Health.
Saliva sendiri, kerap digunakan untuk reservoir beragam indikator biologis, misalnya protein, asam nukleat, dan senyawa biokimia dari mikroorganisme dalam rongga mulut. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik drooling, yang mana pasien meludah ke dalam botol steril. Pengumpulan sampel dengan cara ini, dapat menimalkan risiko tenaga kesehatan untuk terpapar virus. Oleh sebab itu, air liur berpotensi untuk dijadikan sampel alternatif.
Efektivitas
Tingkat efektivitas metode tes ini sebesar 83 persen lalu 99 persen untuk identifikasi kasus negatif Covid-19. Hal ini berdasarkan, tinjauan data dari 16 studi yang melibatkan 5.900 peserta.
JAMA Internal Medicine, yang dipimpin oleh Drs.Todd Lee and Emily McDonald dari Research Institute of the McGill University Health Care (RI-MUHC) memaparkan bahwa efisiensi pengujian air liur untuk deteksi Covid-19 telah dikonfirmasi. Hal ini, ditunjukkan pada sebuah penelitian oleh timRI-MuHC lain yang menunjukan bahwa sampel air liur untuk deteksi Covid-19 sama baiknya dengan swab PCR nasofaring dan orofaring, namun dalam versi lebih ekonomis.
Studi lain juga menunjukan bahwa 39/622 pasien ialah positif melalui swab PCR nasofaring kemudian 33 dari 39 pasien terdeteksi positif SARS-CoV-2 dengan metode saliva pcr tes. Berdasarkan hal tersebut, SARS-CoV-2 dapat mendeteksi seefisien swab PCR nasofaring.
Perbedaan dengan Metode Lain
Tak hanya dalam sampel yang digunakan namun efektivitas yang dimiliki tiap tes deteksi COVID-19 pun berbeda-beda. Meskipun demikian, tiap tes tersebut memiliki keunggulannya masing-masing. Berikut adalah pemaparan mengenai perbedannya.
Jenis Tes | Sampel | Waktu | Akurasi (%) |
Rapid Antibodi | Darah | 15 menit | 60 – 70 |
Rapid Antigen | Lendir hidung | 15 – 30 menit | 92 |
Tes Cepat Molekular | Dahak dengan amplifikasi asam nukleat berbasis cartridge | 15 menit | 95 – 97 |
Swab PCR | Lendir hidung dan atau tenggorok | 1 – 3 hari | 99 |
Saliva PCR | Saliva atau Air Liur | <6 jam | 83 |
Keunggulan
Sama halnya dengan berbagai metode deteksi lainnya, saliva pcr test memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
- Pengumpulan sampel lebih mudah dan nyaman, karena pasien tidak memerlukan perlengkapan untuk pengambilan sampel seperti metode swab sehingga pasien dapat lebih nyaman.
- Aman, karena petugas kesehatan tidak perlu melakukan kontak dekat dengan pasien sehingga mengurangi potensi terinfeksi. Sayangnya, masih perlu kehati-hatian saat pengumpulan sampel sebab bagian luar wadah dapat tercemar saat pasien meludah.
- proses Pengumpulan hingga hasil lebih cepat dibandingkan swab pcr.
- Tidak adanya invasif dibandingkan dengan metode rapid dan swab.
- Dapat mendeteksi pada pasien bergejala maupun tidak
- Sangat sesuai untuk pengujian skala ekstensif.
Dengan demikian, saliva pcr test merupakan metode deteksi Covid-19 terbaru yang mangkus dan sangkil untuk digunakan saat ini. Terdapat beberapa negara yang telah menggunakan metode ini, yaitu Jepang, Brasil, Hongkong, Taiwan, Singapura. Walaupun di Indonesia masih dalam tahap penelitian LBM Eijkman dan LIPI, metode ini sangat diharapkan dapat digunakan sesegera mungkin.
Reference:
jstage.jst.go.jp/article/josnusd/62/3/62_20-0267/_article/-char/ja/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7252064/
https://jamanetwork.com/journals/jamainternalmedicine/fullarticle/2775397