img post thumbnail url
Articles
Maret 17, 2021 - Posted by

Lingkungan kerja merupakan faktor utama keselamatan seseorang. Sebab itu, diperlukan petunjuk serta aturan mengenai keselamatan kerja. Hal ini bertujuan, agar pekerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman. Kondisi ini, serupa dengan keadaan lalu lintas yang mana membutuhkan rambu dan bantuan aparat penegak hukum untuk terciptanya kondisi lalu lintas yang kondusif juga aman. Tak hanya itu, laboratorium pun memerlukan aturan dan petunjuk sebab adanya resiko yang cukup tinggi untuk peneliti. Umumnya, petunjuk serta aturan yang diterapkan dalam laboratorium mengacu pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium. Di samping itu, K3 laboratorium telah disesuaikan dengan kondisi laboratoriumnya sebab tiap laboratorium memiliki regulasi tersendiri. Hal ini, terwujud pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium mikrobiologi.

 

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diketahui sebagai sebuah bentuk upaya yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja di lingkungan kerja. Undang-undang No.1 Tahun 1970 mengenai keselamatan kerja memaparkan bahwa tujuan dari adanya keselamatan dan kesehatan kerja ialah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja. Dengan kata lain, melindungi dan memberikan jaminan pada pekerja atas hak keselamatannya.

Sehubungan dengan itu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat terlepas dari kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja, yaitu sebuah kejadian tak terduga yang menyebabkan cedera ataupun kerusakan. Kelalaian perusahaan, pekerja, maupun keduanya dapat menjadi penyebab kecelakaan kerja. Bahkan, kecelakaan kerja dapat memunculkan trauma untuk kedua belah pihak. Dengan demikian, kecelakaan kerja perlu dihindari, berikut beberapa kecelakaan kerja di laboratorium yang pernah terjadi.

  1. Dartmouth College, Hanover. Agustus 1996. Terjadi keracunan dimetilmerkuri yang menyebabkan Karen Wetterhahn meninggal akibat penggunaan sarung tangan latex yang kurang tebal,
  2. University of California, Los Angeles, December 2008. Terjadi kebakaran di Lab Kimia akibat kelalaian penanganan senyawa t-Buli (tert-butyllithium) yang mengakibatkan kematian seorang peneliti
  3. McLean Hospital, Belmont, MA. Mei 2012. Rusaknya 147 sampel otak dari Harvard Brain Tissue Resource Center yang disimpan dalam freezer. Sampel-sampel terebut ditujukan untuk penelitian Autisme, gangguan bipolar, Schizophrenia, Parkinson, dan Alzheimer Freezer tersebut ternyata mengalami malfungsi dan baru diketahui seminggu kemudian setelah rusak
  4. Universitas Indonesia, Maret 2015. Kecelakaan terjadi di lab Farmasi akibat kelalaian dosen dan mahasiswa sewaktu praktikum destilasi dan identifikasi asam.
  5. University of Hawai, Manoa, Maret 2016. Seorang peneliti bernama Thea Elkins Coward kehilangan lengannya akibat ledakan yang dipicu oleh listrik statis akibat salah penanganan tabung penyimpanan gas.
  6. PT Obsidian Stainless Steel, Agustus 2019. Kebakaran di laboratorium akibat percikan api las yang mengenai bahan kimia sehingga menyebabkan kebakaran hebat.

 

Laboratorium Mikrobiologi

Saat ini, laboratorium penelitian yang kerap digunakan, seperti laboratorium fisika, kimia, dan mikrobiologi. Pada laboratorium mikrobiologi, peneliti rentan terekspos oleh potensi bahaya mikrobiologi, di antaranya cairan tubuh, saliva, darah, spesimen patologi, kultur sel hewan, binatang percobaan, dan bahaya biologis dari sesama rekan yang mungkin terekspos materi biologis berbahaya.

Selanjutnya, terdapat beberapa bahaya biologi yang telah diidentifikasi oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA) adalah bakteri anthraks, virus flu burung, botulisme (keracunan dari bakteri), penyakit menular dari makanan, hantavirus (virus dari kotoran kering, urin, dan ludah dari tikus), penyakit legionella, jamur, SARS, cacar, viral hemorrhagic fevers (VHFs), dan flu pandemik. Oleh karena itu, adanya prinsip yang perlu diperhatikan untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium mikrobiologi sebagai berikut.

  • Material Safety Data Sheets (MSDS)/ Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) untuk agen infeksius. Setiap materi untuk digunakan di laboratorium harus dilengkapi dengan MSDS agar penanganan jika terjadi hal yang tidak diinginkan dapat dilakukan dengan efektif
  • Patogen menular dari darah: Terutama terhadap risiko penularan pathogen dari darah seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan yang lain. OSHA memberikan panduan untuk mengendalikan pathogen menular dari darah dalam panduan 29 CFR 1910.1030.
  • Binatang Percobaan: Semua prosedur terkait dengan binatang percobaan harus dilakukan oleh personel yang telah ditraining dengan benar dan tersertifikasi. Dengan menggunakan praktek dan APD yang sesuai, yaitu 29 CFR 1910.132(a), pekerja dapat mengurangi kemungkinan mereka akan tergigit, terluka, atau terpapar oleh badan binatang, cairan binatang dan jaringan binatang.

 

Diagram MSDS K3 laboratorium mikrobiologi

Diagram MSDS (https://www.basicmechaniccourse.com/2020/12/material-safety-data-sheets-msds.html)

 

Penanganan Kecelakaan Kerja Laboratorium

Laboratorium mikrobiologi termasuk dalam tempat kerja yang memiliki potensi menyebabkan kecelakaan seperti paparan agen infeksius, kebakaran, ledakan, keracunan, dan iritasi. Karena itu, tiap peneliti harus memahami kondisi penahanan mikrobiologi.

Saat melakukan penanganan, diperlukannya penilaian risiko. Penilaian risiko adalah dasar pelindungan yang dikembangkan oleh CDC, NIH, dan mikrobiologi serta masyarakat biomedis untuk melindungi kesehatan pekerja laboratorium, masyarakat dari risiko terkait dengan penggunaan agen biologis berbahaya di laboratorium. Dalam hal ini, penilaian risiko bertujuan untuk memilih praktik mikrobiologi, keamanan peralatan, dan fasilitas pelindungan yang sesuai sehingga dapat mencegah infeksi berkaitan dengan laboratorium. Lima langkah dalam melakukan penilaian risiko, di antaranya.

  • Identifikasi bahaya agen dan penilaian risiko awal
  • Identifikasi prosedur bahaya laboratorium
  • Menentukan tingkat BSL (Biosafety Level) dan tingkat pencegahan yang tepat
  • Mengevaluasi keahlian staf mengenai praktik dan peralatan keselamatan
  • Meninjau ulang penilaian risiko dengan tenaga ahli dan pakar biosafety

 

Selain itu, terdapat kelompok risiko yang perlu diketahui dalam laboratorium mikrobiologi. Kelompok risiko ini terbagi menjadi empat grup, tingginya nilai grup maka tingkat risiko yang diberikan semakin tinggi untuk peneliti dan masyarakat.

Kecelakaan kerja pada laboratorium mikrobiologi yang kerap terjadi ialah risiko penularan. Penularan dapat melalui paparan kulit, mata, jarum suntik atau benda tajam lainnya, inhalasi aerosol infeksius, dan menelan suspensi cairan infeksius.

Infeksi yang diperoleh dari laboratorium atau kegiatan yang berhubungan dengan laboratorium terlepas memiliki gejala ataupun tidak disebut dengan LAIs (Laboratory-Associated Infections). Berdasarkan hal tersebut, bahwa pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) laboratorium mikrobiologi maupun tempat kerja lainnya wajib diterapkan.

Reference:

Cdc.gov

biosafety.utk.edu

Our Location

HEAD QUARTERS - JAKARTA

  • Kebon Jeruk Business Park Blok F2-9, Jl. Raya Meruya Ilir No.88, Meruya Utara, Jakarta Barat - 11620

CIKARANG OFFICE

  • CBD Jababeka Blok A-8 Jl. Niaga Raya Kav. AA3, Jababeka II Pasar Sari

SURABAYA OFFICE

  • Japfa Indoland Center, Japfa Tower II Lt. 8/810 Jl. Panglima Sudirman No. 66-68, Surabaya 60271

MEDAN OFFICE

  • Regus Forum Nine, 9th Floor Jl. Imam Bonjol No 9, Medan 20112

Get In Touch with Us

  • This field is for validation purposes and should be left unchanged.