Seiring dengan kemajuan teknologi, metode pengerjaan sekuensing untuk mengurutkan DNA organisme ikut berkembang. Salah satu, teknik sekuensing yang sedang berkembang dan banyak digunakan sekarang adalah Next-Generation Sequencing (NGS).
Next-Generation Sequencing
NGS merupakan metode sekuensing yang dikembangkan setelah metode Sanger dengan tujuan untuk deep, high-throughput, dan dapat paralel dalam pengerjaan sekuensing. Penggunaan NGS ini, memungkinkan untuk peneliti melakukan sekuensing jutaan hingga milyaran nukleotida DNA dalam satu kali pengerjaan.
Terdapat tiga tahapan umum dalam pengerjaan NGS, yaitu library preparation (fragmen acak dari genom, diligasi dengan adapter yang sesuai), amplifikasi library, dan sekuensing dengan menggunakan pendekatan yang berbeda (Gupta & Verma, 2019). Aplikasi NGS pada masa sekarang telah banyak digunakan, di antaranya untuk penelitian bidang kesehatan dan diagnostik, deteksi variasi, whole-exome sequencing (WES), RNA-seq, epigenetik serta whole genome sequencing (WGS).



NGS untuk Pengerjaan WGS
Whole genome sequencing adalah proses untuk determinasi sekuen DNA lengkap organisme pada satu waktu. Keuntungan utama WGS yang dapat diketahui ialah cakupan genom yang lengkap, termasuk promotor dan wilayah regulasi. Metode yang dapat digunakan untuk mendukung pengerjaan WGS ini, yaitu NGS.
Tahap pertama, dalam melakukan NGS, yakni ekstraksi DNA. Prosedur untuk ekstraksi DNA, berdasarkan dari tipe sampel yang akan digunakan, misalnya darah, dan jaringan serta cairan tubuh. Setelah prosedur ekstraksi DNA selesai dilakukan, hasilnya harus dievaluasi untuk mengetahui kualitas dan konsentrasinya.
Tahap kedua, melakukan persiapan library yang mengandung semua bagian DNA hasil dari ekstraksi, diikuti dengan melakukan enrichment spesifik pada daerah target yang diinginkan. Library disiapkan dengan memotong DNA genomic (gDNA) secara acak.
Teknik pemotongan fragmen DNA, biasanya menggunakan nebulisasi atau sonikasi. gDNA yang telah dipotong akan melewati serangkaian reaksi enzimatis untuk membuat adenosine overhang yang akan diikat oleh adaptor menggunakan DNA ligase. Setelah ligasi adaptor, sampel akan dipilih berdasarkan ukuran dengan menggunakan gel elektroforesis, ekstraksi gel dan purifikasi. Pada tahap ini, library genomik sudah dibuat, dan bisa digunakan untuk sekuensing, atau dari daerah spesifik bisa diambil untuk downstream sekuensing.
Tahap ketiga, reaksi sekuensing dapat dikerjakan dengan beberapa metode yang telah ada. Dalam hal ini, metode yang kerap digunakan, yaitu sequencing by synthesis yang membutuhkan DNA library.



Hal ini dilakukan, untuk denaturasi dan dimasukkan ke glass flow cell di mana akan terjadi proses hibridisasi dengan melengkapi susunan oligonukleotida ke adaptor. Selanjutnya, fragmen library beruntai tunggal dan terikat kemudian diperpanjang serta ujung bebas hibridisasi menjadi neighboring lawn dari oligonukleotida komplementer.
“Bridge” akan berkembang menjadi cluster melalui serangkaian proses amplifikasi PCR. Setelah proses amplifikasi, cluster akan didenaturasi untuk melepaskan ujung 5’ dan primer memulai reaksi sekuensing di mana nukleotida yang telah diberi label akan berikatan dengan template.
Setelah laser menangkap signal dari pewarna fluorescent pada nukleotida, gambar akan diambil untuk masing-masing pewarna. Proses ini, biasanya akan diulang antara 36 hingga 120 kali. Setelah reaksi sekuensing dilakukan tahapan selanjutnya adalah melakukan genome assembly.
Genome assembly merupakan proses komputasi untuk merakit sekuens DNA pada suatu organisme dari potongan-potongan sekuens DNA sehingga menjadi satu rangkaian utuh. Sebelum melakukan proses assembly, kualitas dari data sekuensing seperti kandungan GC, repeat abundance atau proporsi duplicated read harus dicek terlebih dahulu. Setiap proses assembly yang dihasilkan bergantung pada struktur data, target genom yang berbeda, misalnya dari ukuran, komposisi basa, dan repeat content hingga tingkat polimorfisme.
Strategi de novo assembly yang digunakan dalam WGS dibagi menjadi dua kelas, yaitu extension-based methods dan grafik algoritma De Bruijn (atau Eulerian). Extension-based assemblers, seperti SSAKE dan JR-Assembler termasuk dua analisis yang sering digunakan untuk komputasi, pun analisis tersebut sangat efisien namun sangat sensitif terhadap kesalahan sekuensing, repeat regions serta tingginya tingkat polimorfisme nukleotida.
Dengan adanya kekurangan pada metode tersebut, saat ini proses assembly untuk pembacaan data pendek digunakan analsis atau metode De Bruijn graphs, di mana proses pembacaan dibagi menjadi k-mers (substrings pada pembacaan urutan panjang k) kemudian membentuk nodes pada grafik (network) lalu terhubung ketika berbagi k-1 mer. Software komputasi yang banyak digunakan untuk proses assembly ialah SOAPdenovo, ALLPATHS-LG, dan ABySS.
Proses terakhir dari WGS, yakni anotasi DNA. Anotasi DNA, proses identifikasi lokasi gen dan semua wilayah pengkodean dalam genom dan menentukan fungsi dari gen tersebut. Proses anotasi secara konseptual dibagi menjadi dua fase, yaitu fase komputasi yang mana beberapa garis bukti dari genom lain atau dari data spesifik transkriptom.
Hal tersebut, digunakan secara paralel untuk membuat inisiasi gen dan prediksi daerah transkripsi. Berikutnya fase kedua, adalah fase anotasi, semua informasi disintesis menjadi anotasi gen, diikuti dengan satu set aturan determinasi melalui pipeline anotasi.



References
Besser J, Carleton HA, Gerner-Smidt P, Lindsey RL, Trees E. Next-generation sequencing technologies and their application to the study and control of bacterial infections. Clin Microbiol Infect. 24(4):335-341
Gupta, N., & Verma, V. K. (2019). Next-Generation Sequencing and Its Application: Empowering in Public Health Beyond Reality. In P. K. Arora (Ed.), Microbial Technology for the Welfare of Society (pp. 313-341). Singapore: Springer Singapore.
Klein, Hanns-Georg, Bauer, Peter and Hambuch, Tina. “Whole genome sequencing (WGS), whole exome sequencing (WES) and clinical exome sequencing (CES) in patient care” LaboratoriumsMedizin, vol. 38, no. 4, 2014, pp. 221-230.